Kala Jin Mengungsi
Dahulu, di kampungku masih banyak Jin yang menampakkan dirinia, Aku sering mendengar cerita kalau dulu di kampung saya banyak banget yang begituan, saat seseorang pulang kerja malam hari, saat lewat pohon ambon, malah ada yang malah ada yang mentertawakan, kuntil anaklah, genderuwo lah, atau bertemu pocong, pokoknya macam-macam.
Seiring semakin gencarnya orang indonesia beranak pinak, hingga menempati peringkat 4, akhirnya kampung makin ramai, begitu juga kampungku, di tambah pendatang yang mengadu nasib di sini, sampai akhirnya, lahan yang hanya segitu gitunya di buat rumah, kontrakan, toko, dll. pohon-pohon besar seperti pohon ambon, pohon asem, mereka di tebang, jin penunggunya mengungsi entah ke mana.
Kalau waktu aku kecil, yang para ibu takutkan adalah anaknya di culik setan, di culik kolongwewe, biasanya terjadi setelah magrib, karena setelah magrib setan bergentayangan, makanya anak-anak paling di larang keras untuk keluar rumah antara magrib dan isya. dan memang kenyataan, 20 tahun kebelakang dari sekarang, memang kejadian seperti itu masih sering di temukan, seorang anak hilang selepas magrib , tahu-tahu malam harinya ada di atas pohon duren, padahal orang dewasapun tak mampu memanjatnya.
Sekarang, yang para ibu khawatirkan bukan jin yang menculik anaknya, melainkan : anak yang seharusnya mengaji setelah magrib, malah mampir di warnet, main game online, PB, CS dan masih banyak lagi. dan warnetnya pun seakan menutup mata, menyumpal telinga, sudah tahu waktunya anak - anak mengaji, tapi masih juga menerima anak yang hendak main game online pada waktu tersebut, Para ibu biasanya membawa ketidakdisiplinan anak mereka ini ke forum gosip pinggir jalan, mereka berkumpul membicarakan kelakuan anaknya masing-masing.
Seiring semakin gencarnya orang indonesia beranak pinak, hingga menempati peringkat 4, akhirnya kampung makin ramai, begitu juga kampungku, di tambah pendatang yang mengadu nasib di sini, sampai akhirnya, lahan yang hanya segitu gitunya di buat rumah, kontrakan, toko, dll. pohon-pohon besar seperti pohon ambon, pohon asem, mereka di tebang, jin penunggunya mengungsi entah ke mana.
Kalau waktu aku kecil, yang para ibu takutkan adalah anaknya di culik setan, di culik kolongwewe, biasanya terjadi setelah magrib, karena setelah magrib setan bergentayangan, makanya anak-anak paling di larang keras untuk keluar rumah antara magrib dan isya. dan memang kenyataan, 20 tahun kebelakang dari sekarang, memang kejadian seperti itu masih sering di temukan, seorang anak hilang selepas magrib , tahu-tahu malam harinya ada di atas pohon duren, padahal orang dewasapun tak mampu memanjatnya.
Sekarang, yang para ibu khawatirkan bukan jin yang menculik anaknya, melainkan : anak yang seharusnya mengaji setelah magrib, malah mampir di warnet, main game online, PB, CS dan masih banyak lagi. dan warnetnya pun seakan menutup mata, menyumpal telinga, sudah tahu waktunya anak - anak mengaji, tapi masih juga menerima anak yang hendak main game online pada waktu tersebut, Para ibu biasanya membawa ketidakdisiplinan anak mereka ini ke forum gosip pinggir jalan, mereka berkumpul membicarakan kelakuan anaknya masing-masing.
Ibu A : "duh, anak saya kalau di suruh ngaji mesti aja minta uang dulu 5 ribu, kalau nggak di kasih, malah nggak mau ngaji, eh ternyata setelah berangkat, bukannya sampai di pengajian malah nongkrong di wartnet."
Ibu B : "sama dong kaya anak saya, berangkat bareng temen-temennya rapih pakai peci pakai kokoh, tapi keesokan harinya gurunya nanya ke saya, kenapa anak saya ngga ngaji".
Ibu C :" Iya nih warnet bikin anak-anak males belajar, bukannya ngaji abis magrib, eh malah keluyuran main game". dasar anak sekarang.
Mereka hanya mengeluh, tanpa mau beresiko, padahal di sini daerah mereka, bisa saja para ibu bersepakat untuk menutup warnet kalau sampai beberapa kali membiarkan anak-anak yang mau ngaji main game di warnetnya, Aku yang hanya menguping, mencoba menanggapi, ku periksa warnet setelah magrib, ternyata memang benar, anak-anak rapih berpakai mau mengaji malah main game, temanku yang lainnya juga menginspeksi warnet warnet lainnya, hasilnya tak beda jauh, aku sarankan pada penjaganya untuk tidak memberikan kesempatan pada anak-anak yang ingin main game setelah magrib. dalam hati ku berkata ' apa mereka hanya mencari uang dan uang tanpa berpikir anak-anak yang menjadi korban'.
Aku kembali merenung, apa semua ini salah metode pengajaran di dalam sebuah pengajian? hingga anak-anak jenuh mengaji dan memilih kegiatan yang lebih menarik, atau kesalahan para orang tua yang menghabiskan lahan bermain untuk di bangun menjadi Gedung dan kontrakan, hingga akhirnya anak-anak membuat lahan bermain seluas luasnya di dalam imajinasi mereka dengan bermain game?, atau juga salah Warnet yang masih saja membiarkan anak-anak kecil bermain sambil lupa waktu? mereka hanya mengejar uang yang tak seberapa, di bandingkan dengan moral dan kedisiplinan generasi penerus yang semakin terusik dengan banyaknya hiburan elektronik.
Sebuah kabar gembira terbit di jakarta, departemen agama membentuk sebuah pemikiran jernih "Gerekan masyarakat magrib mengaji", jadi setelah magrib kira kira pukul 18.00 Wib sampai 20.00 WIB. anak anak Muslim di wajibkan untuk mengaji, dan tidak menonton TV, kenapa harus setelah magrib saja?, belum lama sebuah dialog interaktif KBR68H mempertanyakan hal tersebut intinya mereka tidak setuju dengan program yang di adakan pemerintah, hingga pada akhirnya salah seorang narasumber sesumbar kalau departemen agama di bubarkan saja, karena Program Gerakan Masyarakat Magrib mengaji merupakan program yang di ada-adakan agar dana untuk program tersebut bisa cair dan masuk kantong. Dilematis, pemerintah punya usulan baik, tapi ternyata malah di bilang tak relevan.
Ibu B : "sama dong kaya anak saya, berangkat bareng temen-temennya rapih pakai peci pakai kokoh, tapi keesokan harinya gurunya nanya ke saya, kenapa anak saya ngga ngaji".
Ibu C :" Iya nih warnet bikin anak-anak males belajar, bukannya ngaji abis magrib, eh malah keluyuran main game". dasar anak sekarang.
Mereka hanya mengeluh, tanpa mau beresiko, padahal di sini daerah mereka, bisa saja para ibu bersepakat untuk menutup warnet kalau sampai beberapa kali membiarkan anak-anak yang mau ngaji main game di warnetnya, Aku yang hanya menguping, mencoba menanggapi, ku periksa warnet setelah magrib, ternyata memang benar, anak-anak rapih berpakai mau mengaji malah main game, temanku yang lainnya juga menginspeksi warnet warnet lainnya, hasilnya tak beda jauh, aku sarankan pada penjaganya untuk tidak memberikan kesempatan pada anak-anak yang ingin main game setelah magrib. dalam hati ku berkata ' apa mereka hanya mencari uang dan uang tanpa berpikir anak-anak yang menjadi korban'.
Aku kembali merenung, apa semua ini salah metode pengajaran di dalam sebuah pengajian? hingga anak-anak jenuh mengaji dan memilih kegiatan yang lebih menarik, atau kesalahan para orang tua yang menghabiskan lahan bermain untuk di bangun menjadi Gedung dan kontrakan, hingga akhirnya anak-anak membuat lahan bermain seluas luasnya di dalam imajinasi mereka dengan bermain game?, atau juga salah Warnet yang masih saja membiarkan anak-anak kecil bermain sambil lupa waktu? mereka hanya mengejar uang yang tak seberapa, di bandingkan dengan moral dan kedisiplinan generasi penerus yang semakin terusik dengan banyaknya hiburan elektronik.
Sebuah kabar gembira terbit di jakarta, departemen agama membentuk sebuah pemikiran jernih "Gerekan masyarakat magrib mengaji", jadi setelah magrib kira kira pukul 18.00 Wib sampai 20.00 WIB. anak anak Muslim di wajibkan untuk mengaji, dan tidak menonton TV, kenapa harus setelah magrib saja?, belum lama sebuah dialog interaktif KBR68H mempertanyakan hal tersebut intinya mereka tidak setuju dengan program yang di adakan pemerintah, hingga pada akhirnya salah seorang narasumber sesumbar kalau departemen agama di bubarkan saja, karena Program Gerakan Masyarakat Magrib mengaji merupakan program yang di ada-adakan agar dana untuk program tersebut bisa cair dan masuk kantong. Dilematis, pemerintah punya usulan baik, tapi ternyata malah di bilang tak relevan.
Comments
Post a Comment