Jakarta melalui sebingkai jendela
Saat petang, ketika kelawawar mulai keluar, dan burung gereja pulang ke sarang, aku sering melihat jakarta lewat jendela kosku yang berteralis besi, dari jendela ini terlihat sebuah jalan menurun, jalan yang saat hujan deras menjadi lantai jeram yang sungguh menarik.
Hanya ada satu pohon yang bisa kulihat dari jendela ini, sisanya hanya gedung-gedung yang berusaha menggapai langit di kejauhan, juga berdiri tembok dengan banyak retakan setipis rambut di seberang jalan samping kosku, warung bude dengan tembok papan bercat biru terlihat jelas dari sini, warung itu tempat bude menjual ayam penyet, saatku beli di warungnya ia senang sekali bercerita tentang anak perempuannya yang kini kuliah di UI, kampus idamanku waktu SMA dulu, begitulah seorang ibu selalu bahagia membicarakan prestasi anak-anaknya, yang kubeli biasanya tempe dan tahu goreng berbentuk persegi panjang plus sambal ekstra pedas buatan bude ditambah daun selada dan mentimun adalah menu spesial yang menjadi lauk favorit penghuni kos ini, kos yang kutinggali.
Dari jendela ini juga aku melihat orang-orang sibuk berangkat kerja saat fajar, dan kembali ketika mentari jauh tenggelam,
Dari bingkai segi empat ini, keindahan serta keluasan langit terlihat begitu sederhana dan sempit, luasnya hanya seluas jendela, ditambah dengan bentangan kabel-kabel listrik berwarna hitam yang semraut, terajut menjadi satu, renggang dan sempit tak beraturan membuat langit semakin sempit saja.
Kabel puluhan kilometer itu masih saja terlihat sampai kejauhan, mengikuti arah jalan, bertumpu pada tiang-tiang listrik dengan cat terkelupas. Kenapa harus ada kabel ? Tak bisakah mereka mengepang atau memeberi kabel itu warna supaya lebih indah, atau mungkin dengan membungkus tembaga panjang yang membawa lisrik ke rumah-rumah itu dengan karet berwarna lainnya selain hitam, atau mencat bunga-bunga pada kabel itu, bisakah? :)
Aku ingin kau tahu betapa kabel-kabel telah banyak memberi pencerahan pada hidup ini, kabel-kabel itu juga yang membantuku menulis di komputer, kabel itu juga yang membuat aku dan orang sekecamatan pasar minggu berteriak GOOOOOL…..!!! Saat timnas merobek gawang malaysia pada seagames kemarin, kabel itu membawa listrik ke dalam rumahku, rumahmu dan rumah kita semua.
Ah, namun satu sisi ini aku merasa gusar dengan hadirnya kabel-kabel semraut itu mengahalangi indah langit yang terlihat dari jendela kosku. Inginku protes bagaimana kalau kabel itu dipindahkan saja ke dalam tanah bersama kabel saluran telepon, ya, sungguh kusut menghalangi indah langit.
Comments
Post a Comment