Oh, ternyata seperti ini kehidupan suku baduy luar dan dalam


Jumat
24 Agustus 2012, lebakpicung,rangkas - Kab Lebak - Banten
23.30

      Hari ini adalah Kali pertama saya menapakkan kaki di Rangkas :), masih banyak kawasan rindang di sini. berangkat sendiri dari Tangerang jam 14.00 sampai Rangkas pukul 17.00, lumayan sebentar, jalanan lengang, sepanjang jalan terlihat persawahan yang baru saja dipanen, mengenai bahasa, di sini bahasanya beda banget, sundanya aneh banyak kosa kata yang saya tak faham. Sampai di Rangkas tepatnya pos peristiratan pertama, saya bertemu dengan kawan-kawan baru yang akan bersama melanjutkan perjalanan ke Badui dalam, setidaknya ada 8 orang termasuk saya yang akan berangkat ke Baduy dalam, malam ini juga  kami berembuk mengenai dana dan segala keperluan yang akan kami butuhkan nanti :)
_____________________________________________________________________
01.15 ma     sabtu
                   25 Agustus 2012, sudamanik - cimarga - kab lebak
01.15 malam
persawahan di cimarga
    Berangkat dari Rangkas malam hari, Jalanan sunyi senyap, sedikit dingin di sini, memasuki daerah perkampungan dengan jalan berlapis aspal hitam yang panjang, kadang berkelok kanan kiri tanpa penerangan jalan, baguslah jalanan mulus walau sesekali ditemukan tambalan.. Sepi..hanya ada motor 4 motor yang membelah gelap malam, seorang teman tiba-tiba menghentikan sepeda motor, turun dan berlari ke ladang,  katanya mengejar kelinci, Ia kembali hanya dengan peluh di kening, tak ada kelinci ia dapat
kami beristirahat di pos kedua, menghabiskan malam bersiap untuk esok pagi.

______________________________________________________________________
Sabtu
Sabtu
25 agustus 2012, berangkat dari cimarga ke ciboleger
11.00 pagi menjelang siang 

Bekas pohon yang di tebang
pemandangan ini banyak
di kanan kiri jalan menuju
desa orang orang Baduy
   Sepanjang jalan kebun Arba dan Jati berjajar panjang, kami sempat istirahat karena ban bocor, setelah beberapa saat kami kembali melanjutkan perjalanan, tanjakan semakin tinggi dan curam, pepohonan semakin banyak terlihat, beberapa petak tanah kosong dengan tunggul bekas kayu besar bermunculan pertanda belum lama ada penebangan pohon. Pasir, kayu, dan teras, serta beras menjadi lumbung penghasil uang di daerah ini. Perjalanan masih terus berlanjut menuju baduy. Tujuan kami adalah desa Cibeo baduy dalam salah satu dari  3 desa yang berada di kawasan Baduy dalam, 
ketiga desa itu adalah Cibeo, Cikartawana dan Cikesik.

_____________________________________________________________________________

Sabtu
25 Agusutus 2012 desa ciboleger, baduy luar
13.30 siang

   Motor yang kami tumpangi sampai di area parkir, setelah ini kami mesti berjalan kaki kurang lebih tiga jam menyusuri kaki gungung dan perbukitan untuk sampai di desa Cibeo Baduy dalam.
Deretan rumah di baduy luar
    Setelah melewati Gapura pembatas desa baduy dan desa lainnya Suasana mulai berubah, terlihat rumah berjajar seperti perumahan modern, bedanya rumah disini tak langsung menyentuh tanah, kayu tiang rumah menjadi kaki-kaki sekaligus (panggung) dan terbuat dari kayu dan bambu, dengan dinding anyaman bambu,serta lantai paprakan bambu.
   Tak ada listrik di sini, bukan pemerintah tak membuat saluran ke sini, tapi memang adat setempat melarang menggunakan listrik di seluruh rumah desa baduy luar dan dalam.

13.45   desa balimbing (baduy luar)

Seorang Ibu tengah menenun benang
   Para ibu di sini tak banyak bergosip, mereka sibuk menenun dan menganyam dengan alat sederhana, mereka banyak menggunakan warna gelap dalam membuat kain, seperti biru dongker, ungu, dan hitam.

14.15  kampung Gajeboh (Baduy Luar)


  Banyak anak2 dg baju hitam hitam bermain, aktivitas menganyam tak banyak terlihat, menumbuk padi berjamaah, terlihat ibu2 dan anak2 mandi di sungai jernih, melewati jembatan pertama..
Mengambil air dari sungai untuk minum

Mungkin gak

15.30 memasuki jembatan kedua batas baduy luar dan baduy dalam

salah satu sungai di baduy luar
bening bangeet, sungai ini juga
jadi pemisah antara baduy luar
dan bauy dalam
Setelah melewati jembatan kedua ini tak boleh memotret sama sekali, jembatan bambu yang dibuat dengan anyaman injuk tanpa paku begitu asri. Sungainya brooo gak nahan, mungkin 100 tahun lalu sungai di tangerang seperti ini juga :)... Nama nama anak di sini aneh2 ada pulung sanip, jama, ayah yalip,  yarmah, setelah jembatan ini barulah mulai menanjak sampai beberapa ratus meter dengan kemiringan sangat beralas tanah merah kering karna lama tak turun hujan, tanjakan ini dinamakan tanjakan cinta, setelah tanjakan ini jalan berangsur datar sesekali menanjak, dari sini mulai terlihat leuit (lumbung padi) milik warga baduy dalam, leuit leuit ini mampu menyimpan gabah hingga puluhan tahun. Leuit milik baduy dalam berbeda dengan leuit baduy luar, leuit di sini terlihat lebih kokoh dengan kaki penunjang lebih panjang di tambah kayu berbentuk bulat terselip di kaki leuit berguna mencagah tikus masuk ke dalam leuit.  

Sabtu
16.30 jembatan ke tiga di baduy dalam sampai kampung cibeo

    Setelah melewati jembatan ketiga, mulai terlihat Rumah milik penduduk badui dalam, rumah disini cukup jauh berbeda dari baduy luar, di baduy luar rumah terbuat dari bambu dan kayu dengan menggunakan paku dan pasak kayu sebagai pengikatnya, di baduy dalam warga tak diperkenankan menggunakan paku ataupun pasak kayu sebagai pengikat, sebagai gantinya kayu di ikat dengan rotan dan handam, ataupun si sambung dengan melubangi kayu lainnya, namun tetap tanpa pasak. Rumah rumah dibaduy hanya memiliki satu pintu. Jangan harap kita bisa menemukan pintu dari papan kayu seperti dibaduy luar, pintu di baduy dalam hanya menggunakan bambu yang dijalin dengan rapih, temboknya berupa bilik tak rapat, bahkan ada beberapa dinding yang sengaja dilubangi, tak ada jendela disemua rumah warga, saya singgah dan menginap di rumah pemandu saya, ia biasa turun ke baduy luar seminggu sekali dan kebetulan ia jadi pemandu kami kali ini, rumah baduy dalam sangat sederhana, perabotan di dalam hanya tungku dan wadah wadah memasak yang juga tak banyak, rumah mereka panggung, dengan alas paprakan bambu dan atap daun rumbia, jarak terdekat antara alas rumah dan atap hanya satu meter, semakin ke tengah rumah semakin tinggi karena bentuk atapnya seperti atap rumah sederhana lainnya (segitiga), tak ada barang elektronik di rumah milik baduy baik luar maupun dalam, karena adat tak mengenankan ada listrik, penerangan malam hari hanya menggunakan pelita dari minyak sawit dan bekas lawon baju  yang dipilin kecil.di cibeo  Ada 98 rumah 500 orang 1 jaro dan 1 puun , alas hawu dari tanah di campur abu pohon sempur,

Minggu, 26 agustus 2012
05.20 (pagi) cibeo, baduy dalam.

Seperti di desa desa lain, suasana pagi terasa dingin sampai ke ujung kaki, bedanya pagi hari di sini terasa sunyi, gelap menyelimuti sembilan puluh puluh delapan rumah dengan atap rumbia, indah dan bersahaja, sulit ditemukan desa semacam ini di indonesia, anak anak berbudi berbahasa halus pada yang lebih tua, tetua tak pernah mencela yang muda, kehidupan selaras dan harmoni. Saya berjalan menyusuri jalan berbatu besar yang disana sini tersembul, jalan jalan di desa ini tak rata karena banyak ditebar batu batu cukup besar, tak ada gerobak atau kendaraan beroda di sini, jalan tak rata tak jadi masalah, kemudian menuju sungai untuk mengambil air wudhu, untuk kesekian kalinya saya menemui sungi berbatu dengan arus air yang lemah, dari sini saya tahu orang orang baduy sangat menghargai alam tempat mereka tinggal, sungai bening dan bersih, tak dibolehkan memakai sabun jika mandi disungai, atau menyikat gigi dengan pasta gigi, kalau ingin menyikat gigi menggunakan pasta gigi mestilah di darat, buang air besar dan kecilpun tak boleh disungai, semuanya mesti di darat, orang orang badui sangat mematuhi semua peraturan ini, tapi ada saja sebagian kecil pengunjung yang mencuri kesempatan dan buanh air kecil di sungai,

07.00 minggu,26 agustus 2012,  kembali pulang

    Karena hari senin esok banyak diantra kami sudah akan melakukan aktivitas kembali, kami tak bisa berlama lama di sini. Pulang lewat jalan yang berbeda kembali menanjak. Terkadang menurun tapi turunannya lebih curam, saya ciut melihat turunan panjang dan dalam, seakan tubuh ini akan tergelincir, kaki sedikit gemetar, pelan sekali saya turun sesekali sambil ngesot, Allah, ngeri banget.. Jalan masih berlanjut setelah satu jam pertama kami lebih banyak berjalan menyusuri sungai berbatu, melompat dan berjingkrak ringan antara batu satu dan berikutnya dengan ditemani suara air sungi, indonesia banget. Dua jam perjalanan kami sampai di danau ageung, damai hanya ada kami berlapan dengan olot sebagai pemandu dari baduy dalam, air danau berwarna kehijauan dan cukup dalam. Perjalanan pulang hanya dua setengah jam, di sinilah pernak pernik dan oleh oleh khas baduy luar banyak di jual, mulai dari gantungan kunci, syal khas baduy luar, madu, sampai buah ranji.

Beberapa adat dan auturan di suku baduy :

1. Semua aturan di atur oleh puun (sepuh)
2. Di bawah puun terdapat seorang yang dipercaya sebagai pemerintah biasa dikenal dengan sebuta jaro
3. Tak ada kepemilikan tanah di baduy dalam, jika seorang ingin menanam padi huma, maka dengan pertimbangan lahan yang masih belum digarap dengan perijinan jaro dengan persetujuan puun.
4. Penamaan anak yang baru lahir dilakukan oleh puun
5. Memelihara ternak yang hanya dibolehkan adalah ayam.
6. Pakaian yang digunakan adalah pakaian adat dengan warna hitam dan putih, dengan ikat kepala putih untuk laki laki, tak ada yang pakai celana,
7. Pekuburan di baduy hanya bertanda batu, datar, sehingga pekuburan bisa digunakan bertanam padi huma.
8. Penduduk baduy dalam tidak ada yang menggunakan kendaraan, ke jakarta pun jalan kaki dengan waktu tempuh dua hari dua malam dari baduy dalam hingga jakarta barat.
9. Pakaian baduy dalam di buat tak menggunakan mesin, tapi jarum dan tangan, karenanya baju ini dibanderol dengan harga termurah 200 ribu.

Comments

  1. jangan lupa, kita juga ambil minum dari kali bro..hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya iya, saya lupa kalau kita minum dari air sungai ya :D

      Delete
  2. Sebagai orang banten saya bangga, boleh copas gak nih artikelnya he..he..

    ReplyDelete
    Replies
    1. monggo, yang penting sebut sumbernya yaa :)

      Delete
    2. Terima kasih kang..sudah saya posting di blog.

      Delete
    3. siiip, sesama warga banten kita berbagi info pengalaman hehe :)

      Delete
  3. 3 tahun yang lalu saya berkunjung kesana, bermalam di cibeo, kearifan masyarakat yang patut diteladani. Sedikit menjadi perhatian bagi teman2 yang ingin berkunjung, pastikan ketika teman2 pulang/keluar dari baduy dalam menuju ciboleger, jika sudah lewat waktu tengah hari, kemungkinan besar tidak mendapat angkutan kembali ke rangkas, dan yang patut digaris bawahi, sekelompok tukang ojek didekat pasar itu sering menarik pengunjung yang kehabisan angkutan dengan tarif diatas rata2. Saya sarankan jika teman2 melakukan kunjungan dengan rombangan banyak bisa meminta no hp sopir angkot yang mengantarkan ketika berangkat, tapi kalo hanya berdua/tiga lebih baik numpang menginap d masjid di desa ciboleger dengan catatan menitipkan ktp/sim ke Ketua RT/RW setempat. Mohon ijin untuk menjadikan artikel Mas Cakra, sebagai referensi untuk tugas perkuliahan saya. Terima kasih sebelumnya. Salam dari Solo :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih banyak masukannya ya mas
      perlu diteladani memang keasrian kehidupan di sana, berkeluarga, sederhana dalam kedamaian.

      silahkan mas, senangnya bisa saling berbagi..

      salam untuk Solo dari Tangerang

      Delete
  4. selamat malam mas cakra, saya mahasiswi pendidikan guru, kebetulan mendapat tugas kelompok untuk menelisik mengenai adat tertentu dan kelompok kami memilih suku baduy, kampus kami ada di tangerang tapi keadaan kami yang berasrama sulit untuk melakukan observasi langsung ke daerah lebak, apa mas cakra tau dimana komunitas suku baduy? atau mungki punya rekomendasi siapa yg bisa kami jadikan narasumber lain?
    terimakasih :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. malam, maaf blkangan ini jarang buka blog.

      sya juga di tngerang mbak.. duh untuk komunitas saya ndak tahu mbak di mana. kalau komunitas Aslinya ya mesti ke badui. tapi karena sulitnya melakukan observsai langsung saya sarankan lebih banyak studi pustaka.. perpus kota Tangerang lumayan besar, mudah mudahan yang dicarinya ada :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pengalaman Membuat Cincau Hijau Sendiri :)

Pengalaman membuat SIM di Polres Tangerang

Toko buku bekas di pinggir terminal Blok M