Sampah plastik dan Kapitalisme
Pernah lihat sampah plastik basah berceceran dipinggir jalan
bercampur tanah becek?. Jember banget deh. Kalau ditanya sebabnya apa,
jawabnya "karena buang sampah sembarangan". Menurut saya itu benar, tapi
tidak terlalu tepat. Toh masyarakat kita buang sampahnya memang selalu sembarangan.
Terlalu sering dimanjain, jadinya gitu deh, se-enaknya.
Padahal ada perdanya misalkan, tetap saja pelaksana perdanya
kebanyakan manjain si pembuang sampah..
"Ah ngga apa apa kok, nanti juga ada yang bersihin".
"Ah ngga apa-apa kok, lagian ga ada tempat sampah".
Si pembuang sampah juga punya alasan
"Ah yang bikin peraturan saja buang sampah sembarangan".
Nah loh terus kapan si sampah kembali pada tempatnya kalau saling menyalahkan.
Ada lagi yang bisa kita salahkan, si pemilik modal besar, si pengiklan produknya di tifi
kebanyakan mengemas produk mereka dengan plastik, dan sampah yang
jelas-jelas mengganggu mata kita kebanyakan dari plastik atau serat sintetis bekas produk mereka.
Dulu kita tak kenal detergen, sabun, pasta gigi, dll. Sekarang hampir seluruh warga menggunakannya, kalau saja seperempat pengguna produk itu membuang sampahnya ke sungai... Ancur minah.. Bisa lihat deh selokan angke di Jakarta, saluran mookervart Tangerang, ciliwung, isinya kebanyakan sampah-sampah rumah tangga, bahkan sekarang ditambah sampah baru.. Popok yang kebanyakan terbuat dari kertas, plastik serta
serat sintetis makin jember.
Terus apa masih salah warganya kalau buang sampah sembarangan. Menurut saya tidak juga benar, buktinya warga negara lebih sering menonton iklan daripada melihat acara tifinya sendiri (kalau melihat
tifi swasta).. Dan iklannya kebanyakan produk kecantikan, sabun,
shampo, pasta gigi, dll yang semuanya menghasilkan sampah plastik..
Itu itu saja yang diiklankan. Mestinya perusahaan juga memiliki rasa
tanggungjawab dengan mengiklankan budaya kesadaran membuang sampah
pada tempatnya, itung itung balas budi karena sudah dapat untung dari
masyarakat. Toh iklan setiap menit tak membuat mereka rugi, masa iklan
untuk kebaikan warga dan tanah air mereka mikir-mikir, terus salah
siapa dong?
bercampur tanah becek?. Jember banget deh. Kalau ditanya sebabnya apa,
jawabnya "karena buang sampah sembarangan". Menurut saya itu benar, tapi
tidak terlalu tepat. Toh masyarakat kita buang sampahnya memang selalu sembarangan.
Terlalu sering dimanjain, jadinya gitu deh, se-enaknya.
Padahal ada perdanya misalkan, tetap saja pelaksana perdanya
kebanyakan manjain si pembuang sampah..
"Ah ngga apa apa kok, nanti juga ada yang bersihin".
"Ah ngga apa-apa kok, lagian ga ada tempat sampah".
Si pembuang sampah juga punya alasan
"Ah yang bikin peraturan saja buang sampah sembarangan".
Nah loh terus kapan si sampah kembali pada tempatnya kalau saling menyalahkan.
Ada lagi yang bisa kita salahkan, si pemilik modal besar, si pengiklan produknya di tifi
kebanyakan mengemas produk mereka dengan plastik, dan sampah yang
jelas-jelas mengganggu mata kita kebanyakan dari plastik atau serat sintetis bekas produk mereka.
Dulu kita tak kenal detergen, sabun, pasta gigi, dll. Sekarang hampir seluruh warga menggunakannya, kalau saja seperempat pengguna produk itu membuang sampahnya ke sungai... Ancur minah.. Bisa lihat deh selokan angke di Jakarta, saluran mookervart Tangerang, ciliwung, isinya kebanyakan sampah-sampah rumah tangga, bahkan sekarang ditambah sampah baru.. Popok yang kebanyakan terbuat dari kertas, plastik serta
serat sintetis makin jember.
Terus apa masih salah warganya kalau buang sampah sembarangan. Menurut saya tidak juga benar, buktinya warga negara lebih sering menonton iklan daripada melihat acara tifinya sendiri (kalau melihat
tifi swasta).. Dan iklannya kebanyakan produk kecantikan, sabun,
shampo, pasta gigi, dll yang semuanya menghasilkan sampah plastik..
Itu itu saja yang diiklankan. Mestinya perusahaan juga memiliki rasa
tanggungjawab dengan mengiklankan budaya kesadaran membuang sampah
pada tempatnya, itung itung balas budi karena sudah dapat untung dari
masyarakat. Toh iklan setiap menit tak membuat mereka rugi, masa iklan
untuk kebaikan warga dan tanah air mereka mikir-mikir, terus salah
siapa dong?
betuull .. ^-^
ReplyDeletesetuju sama mas fahmi ...
masih sangat banyak org yg memanjakan malas utk sekedar jalan 10 atau 20 langkah ke tempat sampah , dan lebih memilih tanpa malu membuang sampah sembarangan .. :(
Jadi mestinya kita malu ya mbakyu,
ReplyDeleteBudaya malu... Budaya punya kewajiban pada lingkungan ya mbak :)