Edelwis di Seberang Jalan
Syahdan di sebuah gunung berimba, dengan hewan hewan yang jarang bertatap manusia, ada seorang muda mendirikan sebuah tenda beralas tikar pandan. di sekelilingnya suara tongeret mulai ramai bersahutan selaput tipis kabut mulai memudar.
"Ini waktunya" si pemuda berkata pada dirinya sendiri dengan uap mengepul dari mulutnya.
berjalan seorang diri memasuki mandalawangi, sebuah daerah lapang di atas gunung yang kini ia tempati. setelah mendapat tempat di atas rerumputan tipis ia duduk sambil mendekap lutut. dingin pagi masih merasuk jari jari.
Di kejauhan nampak sesuatu yang putih dengan bercak-bercak kuning tersiram Mentari pagi, sambil bersedekap si muda menatap dengan tersenyum lebar,
lama ia tersenyum,
"Edelwis rupamu menawan,
inginku memilikimu, setangkai pun tak apa
tapi loka berkata tidak untukku
para jagawana siang malam menjaga
haruskah, haruskah kumembawamu barang sepetik"
Ia hanya memperhatikan, memetik pun tak berani, alasannya Edelwis semakin langka, di Tengger Semeru telah punah, Ia bimbang, kecintaannya pada edelwis begitu besar, Ia sudah menghabiskan sepekan masa liburnya di gunung ini, hanya untuk melihat dan menulis tentang Edelwis.
"Haruskah kumembantu kepunahanmu,
dengan memetik satu rekahmu indah"
Setelah puas menatap, ia kembali ke tenda lalu menulis.
Pagi di hari kedelapan, ia mendapati tungku dan tiga tabung gas portable di samping kemahnya raib. pada akhirnya ia tahu kalau Edelwis yang sudah sepekan ia perhatikan juga tiada, ada orang yang telah membabat habis batangnya..
"ke mana Jagawana?"
Dengan perasaan kecewa Ia turun gunung tanpa melipat dan membawa pulang tendanya.
Di kemudian hari ia tahu, Edelwis baru tumbuh lebih indah di tanah seberang jalan turun yang ia lalui . . .
Bunga Edelwis |
kereenn .. :)
ReplyDeleteMakasih :)
ReplyDeleteeeh .. baru sadar kalo ada kata "tanah sebrang jalan" .
ReplyDeletehihi :D
iiih , kmanaja ajaa? :p
ReplyDelete