Jangan larang kami sebut "Cina"
Kini kata cina sudah ndak digunakan menurut kesepakatan lembaga Bahasa Indonesia. Kata yang sudah ratusan tahun menempel di kepala orang bumi putra. Kini sudah ditekan untuk tidak digunakan, namun di ganti dengan kata "Tiongkok".
Alasannya ?
Kata "Cina" mengandung makna traumatis, pengelompokan ras yang berstigma negatif, kata cina mengandung kata cemoohan, jika ada orang mengatakan "dasar Cina!", maknanya seperti penghinaan, di banding mengatakan "Dasar Tiongkok!".
Kata Cina mengingatkan warga keturunan pada luka masa lalu, pembunuhan masal pada jaman kolonial, penyempitan ruang gerak pada masa orla dan orba dan terakhir dianggap sebagai kambing hitam pada masa reformasi 98.
Dengan alasan ini, kata Cina mesti diganti dengan "tiongkok" yang maknanya sama. Dan ini akan mengganti banyak kata dan frasa yang sudah ada di masyarakat.
Dampaknya ?
Kue Cina jadi Kue tiongkok, RRC jadi RRT, lebaran cina - lebaran tiongkok, orang cina - tiongkok. Dan masyarakat tidak terbiasa. Sedangkan siaran ditelevisi dan radio sudah tidak ada kata cina.
Saya sendiri merasa canggung, luka lama bukan di tutup dengan mengganti kata, tapi luka lama mestinya di tutup dengan mengadili para pembuat luka. Membeberkannya dalam sejarah.
Masyarakat lah yang punya Bahasa.
Bukan penguasa.
Alasannya ?
Kata "Cina" mengandung makna traumatis, pengelompokan ras yang berstigma negatif, kata cina mengandung kata cemoohan, jika ada orang mengatakan "dasar Cina!", maknanya seperti penghinaan, di banding mengatakan "Dasar Tiongkok!".
Kata Cina mengingatkan warga keturunan pada luka masa lalu, pembunuhan masal pada jaman kolonial, penyempitan ruang gerak pada masa orla dan orba dan terakhir dianggap sebagai kambing hitam pada masa reformasi 98.
Dengan alasan ini, kata Cina mesti diganti dengan "tiongkok" yang maknanya sama. Dan ini akan mengganti banyak kata dan frasa yang sudah ada di masyarakat.
Dampaknya ?
Kue Cina jadi Kue tiongkok, RRC jadi RRT, lebaran cina - lebaran tiongkok, orang cina - tiongkok. Dan masyarakat tidak terbiasa. Sedangkan siaran ditelevisi dan radio sudah tidak ada kata cina.
Saya sendiri merasa canggung, luka lama bukan di tutup dengan mengganti kata, tapi luka lama mestinya di tutup dengan mengadili para pembuat luka. Membeberkannya dalam sejarah.
Masyarakat lah yang punya Bahasa.
Bukan penguasa.
Comments
Post a Comment