Mengapa Bukan Shaf pertama
saya bergegas pergi ke masjid, karena kumandang adzan pertama terlantun merdu dari speaker masjid yang menghadap ke berbagai arah, saya khawatir solat jumat kali ini saya sulit mendapatkan tempat duduk untuk tepekur mengkritik dalam kepala isi khutbah yang di sampaikan, ya begitulah bukannya duduk mendengarkan kadang implus implus otak saya nakal malah mengkritik isi khutbah yang menurut saya agak memaksakan sebuah pendapat. baiklah saya masih bergegas ke masjid selama adzan pertama berkumandang.
tiba di masjid, seperti kebiasan saya sebelumnya, saya bergegas naik ke lantai kedua namun banyak jamaah lainnya yang berdiri di ujung tangga sambil memperhatikan di mana letak shaf yang sekiranya masih kosong, satu jamaah maju melangkahi jamaah lainnya yang sedang duduk khusyu, ia ingin duduk di satu sisi yang masih kosong, kemudian di susul seorang jamaah lainnya mencari tempat dengan cara yang sama dan begitu seterusnya.
saya kadang bertanya tanya, mengapa selalu saja kita mencari tempat ternyaman untuk pribadi kita sendiri, saat datang pertama kali dan kondisi masjid masih lengang kita bebas memilih tempat duduk di manapun kita suka, di tengah, samping dinding, depan , belakang .. bebas. dan pada akhirnya menyisakan ruang ruang kosong yang tak beraturan. kenapa kita tidak memilih shaf pertama selagi masih kosong, jika penuh shaf kedua, ketiga dan seterusnya. kita bebas memilih dan karena kebebasan yang tak perlu memiliki aturan kita terbiasa dengan ketidaknyamanan jamaah yang melangkahi kita yang sebetulnya bisa kita perbaiki.. andai saja
Comments
Post a Comment