Keinginan awal penderitaan.
Saya masih harus banyak belajar, terutama belajar menikmati apa yang telah saya miliki, saya miliki ?
Saya punya apa ? sebagai manusia saya memiliki segudang ambisi, ambisi untuk memiliki, lalu setelah memiliki? terkdang saya lupa bagaimana menikmati (mensyukuri) apa yang saya miliki, selalu saja ingin memiliki dalam artian menuntaskan ambisi untuk memiliki ini dan itu, padahal mensyukuri yang telah ada belum lagi dikatakan bisa.
Keinginan awal penderitaan.
Saat saya menginginkan sesuatu, apapun itu, saya diberi-Nya kesempatan untuk merasakan sekelumit derita sebelum memilikinya, supaya saat memiliki saya tak lupa bahwa dibutuhkan derita untuk memiliki, hingga tak lupa untuk mensyukurinya, merasa puas, merasa yang diberi-Nya adalah sepaling baik pemberian, sepaling cocok anugerah yang disematkan pada kehidupan saya.
Siapakah yang mengajarkan saya ketidak pernah-puasan ?
Saya merasa tak pernah puas. tak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki, siapakah yang mengajarkan sifat ini ? Tuhan, Jiwa, atau gembar gembor media yang terus memberi tahu ada hal hal baru yang mesti dimiliki, dengan mengatakan hidup tak akan pernah lengkap tanpa memilikinya, tapi setelah memilikinya memang hidup tak akan pernah lengkap, lebih tepatnya tak akan pernah merasa lengkap.
Bersyukur bertambah, tidak bersyukur berkurang
Saya sendiri selalu saja mengaitkan dua bait kalimat tersebut yang tersaripati dari kemuliaan kitab suci, yang selalu saya kaitakan dari sudut sosial ekonomi bukan dari sisi jiwa dan batin. Nyatanya selalu saja tersirat dalam benak jika saya bersyukur, menikmati apa yang ia beri, maka Ia akan memberikan sesuatu yang lebih mantap, sesuatu yang lebih silau, sesuatu yang lebih baik lagi dari apa yang sekarang saya miliki, tapi dalam sudut sosial ekonomi, harta.
Nyatanya? dorongan keduniwian dalam menyikapi rasa syukur semakin membuat saya terperosok dalam jurang artifisial ( ketidaknyataan/bukan sebenarnya/hampa/gersang ) dunia. lalu meski bagaimana ?
apa saya lupa cara menyikapi makna syukur bertambah, keluh kesah berkurang ? mestinya yang bertambah itu kedamaian, bukan selalu harta harta dan harta. banyak orang yang memiliki kedamaian dalam sudut pandang jiwa, tapi kurang dalam sisi harta.
toh, saya yang kata saya bersykur tapi selalu dibicarakan sisi keduniwian saja. membanding-banding hanya dengan sekelumit yang katanya orang lain miliki, bukan yang mestinya saya dapat nikmati.
Comments
Post a Comment